Apa itu Jatidiri?
Jatidiri adalah Kesadaran manusia mengenai siapa dirinya sendiri yang tercermin di dalam pandangannya mengenai Citra Diri. Setiap orang punya citra diri ( self image), yaitu gambaran tentang diri yang diyakini dan dipercayai oleh orang tersebut. Gambaran tersebut bisa yang sebenarnya, bisa juga berupa harapan atau citra diri yang diharapkan atau yang diinginkannya. Apapun gambaran tersebut, tetap akan mempengaruhi tingkah-lakunya dalam hidup sehari-hari sehingga pada akhirnya mempengaruhi Nasib Kehidupan yang dialaminya..Orang yang belum mengenal sejatinya diri, secara umum level kesadarannya masih ada di level kesadaran Vibrasi Force. Baca tulisan saya yang berjudul Penjelasan Level Vibrasi Emosi di Tabel Power Vs Force Hawkins dan Memahami Tabel Power Force Hawkins
Manusia yang belum mengenal Jatidiri sejati, secara otomatis jatidirinya masih ada dalam kesadaran jatidiri semu dan melekat padanya, serta tidak punya kemampuan untuk memilih berbagai opsi mengenai jatidirinya sendiri yang lebih memberdayakan.
Dalam terminologi keilmuan Sedulur papat Limo Pancer, jelas diterangkan bahwa jatidiri manusia itu tidak hanya satu. Tetapi ada banyak. Nah, diantara jatidiri itu ada yang memberdayakan dan ada yang melemahkan diri sendiri. Itu sebabnya kita perlu belajar melakukan Manajemen terhadap Jatidiri sehingga hanya hasil yang baik sesuai harapan kita saja yang terjadi.
Dalam terminologi metode pengenalan Jatidiri yang diajarkan di kelas saya, baik Via Workshop ataupun Program Jarak Jauh DIRISEJATI.COM dikenal istilah Subjek dan Objek. Dan dalam kesempatan kali ini, untuk menjelaskan mengenai Subjek dan Objek ini. Salah satu siswa Kelas Vibrasi Jatidiri menjelaskannya demikian :
SUBJEK – OBJEK
Subjektif – Objektif
Dalam Perspektif Umum
SUBJEK - OBJEK
Dua kelompok kata tersebut mungkin sangat sering kita dengar dalam kehidupan sehari hari. Terutama bagi orang yang pernah merasakan pendidikan di bangku sekolah formal. Yaitu pada pelajaran Bahasa Indonesia. Dan tentunya kita pun sudah memahami maksud dari kata tersebut secara umum.
OK, kita coba ulas secara singkat saja untuk Subjek dan Objek. Secara umum devinisi dari dua kata tersebut adalah :
SUBJEK : adalah Pelaku atau orang yang melakukan kegiatan tertentu.
PREDIKAT : adalah unsur kalimat yang menyatakan kegiatan yang dilakukan oleh Subjek.
OBJEK : adalah sesuatu yang dikenai tindakan oleh Subjek.
Contoh dalam bentuk kalimat :
Saya makan bakso. => saya : Subjek
Makan : Predikat
Bakso : Objek
Kurang lebih seperti itu secara umum.
Subjektif – Objektif
Sedangkan untuk dua kata ini berbeda dengan penjelasan di atas, maknanya lebih ke dalam konteks, kondisi dan keterkaitan dengan hal hal yang terkait dari sebuah tindakan.
SUBJEKTIF adalah pengambilan sikap dan tindakan yang di dasarkan atas asumsi dan pendapat saja, serta mengandung unsur keberpihakan terhadap pihak tertentu karena adanya kepentingan yang diharapkan. Sehingga sikap dan tindakan yang diambil tersebut tidak netral dan tidak sesuai “kenyataan”.
OBJEKTIF adalah pengambilan sikap dan tindakan yang di dasarkan atas data data akurat dan hasil penelitian. Sehingga sikap dan tindakan tersebut bersifat netral, tidak ada unsur keberpihakan dan sesuai “kenyataan”.
Dari penjelasan di atas, saya akan menambahkan Korelasi dua kelompok kata tersebut dengan perihal Psikologi Diri.
SUBJEK – OBJEK
Subjektif – Objektif
Dalam Perspektif Psikologi Diri.
Subjek dan Objek dalam perspektif Psikologi Diri memiliki arti yang berbeda dengan penjelasan di atas.
Makna Subjek dan Objek dalam perspektif psikologi adalah :
a. SUBJEK adalah seseorang yang menyadari dan berposisi sebagai pelaku dalam setiap cerita hidupnya, sehingga dia akan bertanggung jawab penuh terhadap segala sikap dan tindakannya.
Ciri ciri orang yang berposisi sebagai SUBJEK antara lain :
- Dalam bersikap dan bertindak selalu OBJEKTIF ( netral, tidak berpihak, sesuai kenyataan ).
- Jujur dan bermental baja.
- Penuh semangat dan kreatif
- Selalu dalam kondisi ceria dan penuh senyum
- Mengasihi terhadap sesama.
b. OBJEK adalah seseorang yang selalu merasa dirinya sebagai penerima tindakan atau kata lain merasa dirinya sebagai korban. Maka dia akan lemah dan selalu meminta perlindungan.
Ciri ciri orang yang berposisi sebagai OBJEK antara lain :
- Dalam bersikap dan bertindak akan cenderung SUBJEKTIF ( tidak netral, berpihak terhadap sesuatu yang sesuai yang menguntungkan dengan kepentingannya )
- Hanya mengedepankan asumsi dan cenderung memanipulasi suatu keadaan.
- Tidak jujur dan berjiwa pengecut.
- Selalu dalam kondisi was was dan sulit untuk tersenyum
- Tidak peduli dengan orang lain, hanya peduli diri sendiri.
Jadi kesimpulannya adalah :
“SUBJEK” … akan bertindak OBJEKTIF.
“OBJEK” … akan bertindak SUBJEKTIF.
Itulah penjelasan Mas Teguh Santosa ( https://dirisejati1.blogspot.co.id ) mengenai istilah Subjek dan Objek.
Dalam definisi di Kamus Besar Bahasia Indonesia KBBI disebutkan bahwa
Subjektif adalah :
sub·jek·tif /subjéktif/ a mengenai atau menurut pandangan (perasaan) sendiri, tidak langsung mengenai pokok atau halnya.
Objektif adalah :
ob·jek·tif1 /objéktif/ a mengenai keadaan yang sebenarnya tanpa dipengaruhi pendapat atau pandangan pribadi.
Dalam tulisan sebuah blog, saya temukan penjelasan lebih luas seperti ini :
Objektivitas dan Subjektivitas
Objektivitas dan Subjektivitas berkaitan dengan apa-apa yang ada di dalam dan diluar pikiran manusia. Dalam pemahaman ini, objektivitas berarti hal-hal yang bisa diukur yang ada di luar pikiran atau persepsi manusia. Sedangkan subjektivitas adalah fakta yang ada di dalam pikiran manusia sebagai persepsi, keyakinan dan perasaan. Pandangan objektif akan cenderung bebas nilai sedangkan subjektif sebaliknya. Keduanya memiliki kelebihan-kekurangannya. Dalam tradisi ilmu pengetahuan objektivitas akan menghasilkan pengetahuan kuantitatif sedangkan subjektivitas akan menghasilkan pengetahuan kualitatif.
Misalnya kita mengukur meja dengan tinggi 2 meter, ini adalah fakta objektif. Persepsi seseorang tentang meja yang sedang kita ukur akan sangat beragam, misalnya menganggap meja jelek, sedang, atau bagus. Nilai yang dihasilkan oleh penelitian secara objektif menghasilkan kebenaran tunggal, untuk kemudian akan runtuh jika ada hasil lain yang menunjukkan perbedaan. sementara penelitian secara subjektif cenderung majemuk, amat bergantung pada konteks.
Objektivisme berdasarkan pada kejadian yang sesungguhnya. Sedangkan subjektivisme berdasarkan pada pendapat orang tersebut bahwa sesuatu “ada” karena dianggap hal tersebut memang “ada”.
Kesimpulannya :
Orang yang sudah mengenal dirisejati akan menjadi Subjek Pelaku bagi nasib dan kehidupannya, Sehingga boleh dikatakan bahwa dia mampu mendesain Nasib menjadi sesuai dengan apa yang diharapkannya. Orang yang sudah Mengenal Jatidiri sebagai Subjek Kehidupan, dia mampu memilah dan memilih respon apa yang seharusnya dia ambil atas suatu informasi dan berita. Sehingga tidak sampai dirinya terombang-ambing dan terseret oleh ombak kehidupan.
Sedangkan orang yang jatidirinya masih merasa sebagai korban kehidupan alias objek adalah diri yang masih ada di jatidiri semu.
Nah... Orang yang sudah mengenal sejatinya diri, akan senantiasa objektif sesuai kenyataan dalam memandang kehidupan.
Dengan Kata lain, Orang yang sudah Mengenal Jatidiri sebagai Subjek Kehidupan, mempunyai Ciri Khas selalu bersikap dan bertindak Objektif,
Sedangkan orang yang masih belum kenal dirisejatinya, akan cenderung diombang-ambingkan oleh perasaan, prasangka, asumsi, dan berbagai bentuk pikiran yang hadir di pikirannya. Sehingga mudah sekali termakan oleh berbagai berita dan Informasi Palsu/Hoax. Dan menjadi objek pengendalian pikiran oleh fihak-fihak tertentu tanpa dia sadari.
Dengan kata lain, Manusia yang jatidirinya masih menjadi Objek kehidupan, masih merasa sebagai korban kehidupan, mempunyai Ciri khas yaitu akan selalu bersikap dan bertindak secara Subjektif.
Itu sebabnya, orang yang masih melekat pada jatidiri semu akan tidak mampu menyelesaikan masalah, selalu menderita, bahkan merasa perlu kerja keras banting tulang diluar batas agar terbebas dari masalah. Karena persepsinya tidak mampu melihat kadar masalah dengan benar. Masalah yang kadar nilainya hanya 4, bisa dilihat bernilai 9 baginya. Sehingga beban itu terasa sangat berat dan jauh melebihi kemampuannya.
Bahkan walau orang seperti ini sudah ikut berbagai seminar dan pelatihan pemberdayaan diri, jika jatidirinya masih ada dalam kesadaran sebagai Korban/Objek. Maka orang seperti ini tidak akan pernah berhasil dalam mempraktekkan ilmu yang dia peroleh dari pelatihan tersebut. Sebagaimana saya jelaskan dalam Video Live berikut ini :
Link : https://www.youtube.com/watch?v=F8YS6Dj6ZFs&t=499s
Sekian, semoga bermanfaat untuk anda.
SALAM.
• Edi Sugianto, Founder NAQSDNA
《 naqsdna.com ☆ basupati.com ☆ sabdasakti.com 》
WA : +62 813 8141 1972
HP : +62 822 3458 3577
Telegram : @Hipnotis
Pin BB : DA927129
Twitter : @edi5758
Facebook : https://www.facebook.com/haryopanuntun
Google Plus : +Edi Sugianto, C.Ht., MNLP
Click To Chat :
Simak Materi Pelatihan Gratis Yang lain di Group Telegram JRC, KLIK DI SINI... untuk bergabung.
Silahkan SHARE / BAGIKAN jika anda merasa artikel ini bermanfaat, dan jika anda mau COPAS Artikel ini, sertakan Linknya, agar ada yang bertanggung jawab atas isinya. Terima Kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar